Selasa, 23 Agustus 2011

Kampus tanpa wajah mahasiswa

Oleh : Gardha Galang M S


Raganya mahasiswa, jiwanya penuh sampah
Dulunya berwibawa, sekarang jadi bahan canda tawa… ”

              Mahasiswa adalah sebutan bagi para pelajar tinggat lanjut dari pendidikan umum yang telah tersistemkan. ‘belajar’ mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana seharusnya sesorang dalam menjalani tahap pendidikannya, namun apakah hanya cukup dengan belajar seseorang dikatakan menjadi seorang mahasiswa?, lalu apabedanya dengan siswa sekolah menengah pertama ataupun sekolah menengah atas?, bukan hanya itu seseorang dapat dikatakan menjadi seorang mahasiswa ‘kegelisahan’ dan ‘keberpihakan’, dua kata yang mungkin dapat menggambarkannya setidaknya dua kata yang dapat menjadi perbedaan.
Kegelisahan, mahasiswa sebagai orang yang berpendidikan menjadi sebuah kewajiban pada dirinya bahwa dia haruslah mengerti dan peka akan suatu keadaan yang ada di hadapan matanya, dia tak lantas hanya diam dan mengikuti semua apa yang sudah terjadi ataupun pergi dengan tanpa menengok ke kanan maupaun ke kiri dan melihat apa yang terjadi di sekitarnya, dia haruslah punya perasaan kawatir akan apa yang terjadi di sekelilingnya.
Keberpihakan, mahasiswa tak hanya wajib mengetahui tetapi dia juga harus berpihak, lantas pada siapa dia harus berpihak?, tentu keberpihakannya untuk masyarakat, kembali timbul suatu pertanyaan masyarakat yang seperti apa?, masyarakat yang lemah dan terpinggirkan.
Dalam konteks kekinian sudah semakin banyak orang mengecam pendidikan dan barang tentu sudah semakin banyak pula orang-orang atapun pemuda-pemuda yang melanjutkan proses belajar mereka ke tingkat yang lebih tinggi dengan menjadi seorang mahasiswa, dan telah banyak pula kampus-kampus baru berdiri dengan gedung-gedung cantik penuh daya tawar untuk membuat orang lain tertarik untuk sekedar mampir, tempat yang menjadi kumpulan orang-orang yang menjalani sebuah pendidikan, tempat yang dipenuhi banyak sekali orang-orang yang menjebut dirinya mahasiswa, memang benar mereka adalah mahasiswa namun hanya raganya, wajah atau cermin dari jiwanya masa bodoh,benar dia menjalankan kewajibannya dalam belajar dan bahkan penuh prestasi.
Prestasi itulah yang mungkin tergambarkan atau menjadi cara pandang bagi sebagian besar kalangan sekarang, namun bukankah prestasi hanya sebuah hasil yang bagus. Implikasi ketika seseorang mendapatkannya adalah kebanggaan, kehormatan dan bahkan mungkin provit, Lalu seperti apa yang bagus itu bisa menjadi bagus untuk sesamanya, dengan menariknya kesebuah kebermanfaatan bagi umat.
Diberbagai kampus sangat banyak sekali mahasiswa berprestasi dengan pembuktian indeks prestasi mereka yang bagus hampir sempurna atau bahkan sempurna namun tak hayal mereka lupa dengan jiwa-jiwa penuh kegelisahan dan semangat-semangat keberpihakan akan kaum yang tertindas.
Mahasiswa tak hanya mempunyai kewajiban belajar sebagaimana menggambarkannya proses pendidikan yang dijalani namun mahasiswa juga harus mempunyai kepedulian atas sesamanya.
Itulah yang seharusnya menjadi suatu kewajiban, tidak hanya mahasiswa tetapi kampus juga mempunyai kewajiban membuat para mahasiswa-mahasiswa itu membuka wajah-wajah mereka untuk menjadi seorang mahasiswa yang penuh dengan harapan sebagai seorang yang tidak hanya bermanfaat bagi diri tapi juga umat.
Menjadi seorang juara dengan segudang prestasi, dengan semua kemormatan, kebanggaan dan mungkin provit yang akan didapat ketika sebuah prestasi itu didapatkannya, namun bukankah esensi dari sebuah kegiatan mendidik itu tidak lain bukan hanya sebatas menjadi juara tetapi dari semua itu yang paling penting adalah mendidik untuk menjadi pribadi juara.


Senin, 22 Agustus 2011

Negeri Para Koruptor

Oleh : Gardha Galang M S




Di negeri yang banyak korupsi
Pejabatnya suka berjanji tanpa realisasi
Rakyatnya lapar,perutnya tak terisi
Hari demi hari hanya bisa meratapi
Hati nurani yang hampir mati

Di negeri yang penuh komedi
Koruptornya duduk santai sambil ngopi
Melihat penegak hukumnya sibuk bertengkar sendiri
Mafia hukumnya berdiri sambil mengajak kompromi
Dalam hal memberikan putusan yang menguntungkan pihak pemberi



Di negeri yang banyak pemimpi
Pemuda-pemudinya asyik bersenang-senang jalan-jalan kesana kemari
Tanpa memikirkan orang tua yang banting tulang cari rezeki
Mahasiswanya sibuk mengkritisi
Kebijakan pemerintah yang hanya mementingkan golongan pribadi
Dosennya sibuk cari refrensi untuk perkuliahan esok hari
Soal-soal akademis yang hanya membuat kita jadi pekerja bukan jadi pemimppin sejati


Di negeriku ini,
Aku tak akan berdiam diri,
sembari menunggu mati
Aku tak akan berhenti,
Terus sampaikan aspirasi-aspirasi bangsa, demi kemajuan negeriku yang ku cintai. . . . . . .